"Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan."
Judul Buku : Rindu
Penulis :
Tere Liye
Cetakan
Pertama : Oktober 2014
Penerbit :
Republika Penerbit
Akhirnya… setelah
berhari-hari nyicil baca, lembar demi lembar, cerita-demi cerita, barulah
dihari kesepuluh genap sudah 544 halaman kukatamkan novel ini. Lumayan lama ya,
hehehe… Yaaaa meskipun aku hobi membaca, nyatanya terlalu lama membaca malah
bisa bikin kepala pusing. Punya otak kualitas pas-pasan itu emang sedikit susah.
Dan karena siang sibuk bekerja hingga sore, jadilah aku hanya membaca beberapa
puluh halaman saja per malam.
Ini adalah novel
pertama karya Bang Tere yang aku beli. Yaitu sebelum Sepotong Hati yang Baru.
Sebenarnya ‘RINDU’ adalah pelarian. Pelarian dari
hasrat ingin shopping seperti yang sudah aku tulis dalam Antara 'Rindu' dan 'Garis Waktu - Sebuah Perjalanan Menghapus Luka' beberapa waktu lalu. Dan berkat pelarian
ini, aku seperti menemukan hobi baru, yaitu beli buku, hahaha *wanita mah gitu,
sukanya beli-beli*. Dan novel-novel karya Tere Liye selalu saja berada di list
paling atas untuk dibeli (dan kemudian di baca pastinya). Jadi bisa dibilang, tulisan Beliau itu bisa bikin kita jadi pecandu. Pecandu yang haus akan kisah
menyentuh hati lainnya.jiiiaaahhhh…
Membaca novel ‘RINDU’ itu, rasanya seperti sedang
belajar menyikapi kehidupan melalui lima tokoh utama yang dihadirkan sang
penulis. Lima tokoh yang dipertemukan melalui sebuah perjalanan panjang dalam
rangka menunaikan ibadah haji di penghujung tahun 1938. Adalah Blitar Holland,
kapal perniagaan besar milik Belanda yang melatari semua kisah itu.
Bonda Upe, Daeng
Andipati, Ambo Uleng, Mbah Kakung dan Mbah Putri Slamet, serta Gurutta, sukses
menarikku ke dalam kisahnya
yang mengharu biru. Kisah yang membuatku lupa kalau saat itu sudah jam 2 dini
hari, tatkala aku masih asyik membuka lembar demi lembarnya. Dan sukses
membuatku menarik tissu, menyeka mata yang mulai panas dan berembun. Sedangkan
kehadiran Ana, Elsa, Kapten Phillips, Ruben dan Chef Lars menjadi bumbu tersendiri untuk
mempermanis cerita dalam novel ‘RINDU’
ini.
Banyak kutipan
menarik tentang kehidupan yang bisa kita temui dalam novel ini. Kalimat-kalimat
yang membuat kita menilik kehidupan dari segi yang berbeda. Bukan hanya
menyejukkan hati, tapi juga memotivasi diri untuk menjadi pribadi yang lebih
baik lagi. Dan berikut beberapa quotes yang aku ambil dari novel Best Seller ‘RINDU’ :
#1 : TENTANG MENYIKAPI MASA LALU
“Saat
kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau
tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain
hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis
apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam
seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar.”
“Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan
dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa
dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian dari hidup kita. Peluk semua kisah
itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya.
Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh
waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia. Apakah mudah
melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil.”
“Kita
tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa
pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap
perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis kita
bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya kita sendiri. Kita tidak perlu
menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu
merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.”
“Kita
tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa?
Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang
lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya
tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu.”
===============================
#2 : TENTANG CINTA SEJATI
“Apakah
cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah
melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Aku
tahu kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang cinta itu sejati, tapi
kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah
dipahami oleh pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya.”
“Lepaskanlah.
Maka esok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan
cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia
tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Kisah-kisah
cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu
semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya
adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau
mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.”
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau
patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa,
atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan
berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu
mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah
agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan
begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai
cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika ia tumbuh di tanah yang
subur, disiram dengan pupuk pemahaman baik, dirawat dengan menjaga diri, maka
tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu
tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat
jelek, maka tumbuhlah ia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuat pahit.”
“Jika
harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka
teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Sekali kau bisa
mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apa pun wujud
kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Jika pun kau akhirnya tidak memiliki
gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik.”
==============================
#3 : TENTANG KEIKHLASAN MENERIMA TAKDIR ALLAH
“Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa
yang kita inginkan. Segala sesuatu yang kita anggap buruk, boleh jadi baik
untuk kita. Sebaliknya, segala sesuatu yang kita anggap baik, boleh jadi amat
buruk bagi kita. Mulailah menerima dengan lapang hati. Karena kita mau menerima
atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan
kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa basi
menyapa pun tidak. Tidak peduli, Nah. Kabar baiknya, karena kita tidak bisa
mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap
bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia
menerimanya, atau mendustakannya.”
“Lahir
dan mati adalah takdir Allah. Kita tidak mampu mengetahuinya. Pun tiada kekuatan
bisa menebaknya. Kita tidak bisa memilih orangtua, tanggal, tempat. Tidak bisa.
Itu hak mutlak Allah. Kita tidak bisa menunda, atau memajukannya walau
sedetik.”
“Biarkanlah
waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apa lagi,
ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya
untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus
selembar demi selembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi
sepapan kegelisahan, bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di
dalam hati. Biarkanlah waktu mengobatinya, maka semoga kita mulai lapang hati
menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif.”
==============================
#4 : TENTANG KEBENCIAN DAN MEMAAFKAN
“Karena
Allah menjanjikan barang siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada
saudara kita yang tetap membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil
hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan saja
semoga besok lusa dia paham.”
“Saat
kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu
salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya, bukan! Kita
memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam
hati.”
==============================
#5 : TENTANG MENGHADAPI KENYATAAN
“Kita keliru sekali jika lari dari sebuah kenyataan
hidup. Sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya
menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah semakin keras kau berlari, maka semakin
kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin
kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul memenuhi kepala.”
“Tidak selalu orang lari dari sesuatu karena
ketakutan atau ancaman. Kita juga bisa pergi karena kebencian, kesedihan,
ataupun karena harapan.”
==============================
Over all, novel ini recomended banget buat dibaca. Saya suka semuanya, terutama kisah meninggalnya Mbah kakung dan Mbah putri Slamet yang sukses membuatku menitikkan air mata. Menurut penilaian aku pribadi nih, kisah ini lebih romantis dibandingkan Romeo and Juliet. Puncak romantisme menurutku tersirat dalam paragraf yang menerangkah bahwa akhirnya, di perjalanan pulang haji, Mbah kakung Slamet meninggal dunia. Jasadnya juga ditenggelamkan ke laut. Dan jika kita bisa melihat ke dalam lautan, maka kita akan melihat bahwa jasad Mbak kakung Slamet jatuh persis di sebelah jasad Mbah putri Slmaet. Subhanallah...
Baca Juga:
[Review] Sepotong Hati yang Baru - Tere Liye
Top Quotes 'Garis Waktu' yang Dijamin Bikin Baper | Fiersa Basari
[Sinopsis] Dilan - Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 | Pidi Baiq
Baca Juga:
[Review] Sepotong Hati yang Baru - Tere Liye
Top Quotes 'Garis Waktu' yang Dijamin Bikin Baper | Fiersa Basari
[Sinopsis] Dilan - Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 | Pidi Baiq