Penulis : Boy
Candra
Penyunting :
Dian Nitami
Proofreader :
Agus Wahadyo
Desain Cover
: Budi Setiawan
Penata Letak
: Didit Sasono
Jumlah
halaman : ii + 306 halaman
Cetakan
Pertama : Tahun 2016
Diterbitkan pertama
kali oleh : mediakita
Well,
akhirnya terbayar juga nie buku ke kasir setelah sekian lama terlewati. Ini
adalah buku pertama karya Boy Candra yang aku putuskan untuk beli. Dengan
alasan tertarik sama cover dan judulnya yang berbau tips and trik melupakan
masa lalu. (Ngga ada hubungannya sama masa lalu saya loh gaes. **suer**, hanya
saja judulnya begitu menggoda) Jiaahh….
Tapi
ternyata, nasehat lama itu benar sekali, “don’t judge a book just by it’s cover”.
Hayo ngaku, yang punya alasan sama untuk membeli buku ini. Kemudian merasa
kecewa karena isinya yang nggak sesuai sama ekspektasi. Nah lhoo?? Kok bisa. Ya
bisa, karena itulah yang saya rasain setelah membaca buku non fiksi berukuran
13x19 cm ini.
Dibilang
menyesal, enggak juga kali ya. Udah terlanjur kebeli ngapain disesali, lumayan
lah buat koleksi. Tapi ya itu, karena udah kecewa dari paragraf –paragraf awal
ngebaca, efeknya jadi lamaaaaaa banget buat ngatamin. Antara hendak tak hendak,
niat tak niat, mau tak mau akhirnya dibaca juga sedikit demi sedikit di
sela-sela waktu istirahat malam.
tampak samping |
Kenapa
kecewa??
Pertama,
curhatan tentang ‘aku dan kamu’ yang tak berakhir menjadi ‘kita’ ini biasa
banget. Nggak greget. Mungkin karena penyampaiannya yang datar dan
berulang-ulang jadi bikin bosen dan terkesan bertele-tele. Karakter tokohnya juga
tidak begitu kuat menurutku.
Kedua,
saya cukup bertanya-tanya dengan plot cerita yang penulis susun pada tiap sub
judul/bab. Kalau dari sudut pandang saya, alurnya seperti berantakan. Maju
mundur dan cukup membuat saya bingung untuk mengikuti runtutan kisah yang
terjadi. Mungkin memang sengaja disusun secara acak, pengarang tetap punya
alasannya sendiri. Well, kita harus hargai itu.
Ketiga,
melewati dua per tiga halaman buku (sekitar halaman 190an, pastinya saya lupa),
saya mulai rancu, apakah tokoh kamu yang dimaksud itu berbeda-beda pada tiap
sub judul/bab. Untuk memastikannya, saya mencoba membacanya lagi. Mengulang
bagian yang meragukan. Berharap saya salah baca atau salah penafsiran. Daaan…
tetap saja. Sepertinya ‘kamu’ pada bab ini dan bab itu memang beda subjek. Atau sebenarnya otakku yang nggak sampai untuk bisa memahami isi ceritanya.
Catatan: semua yang saya tulis adalah diambil dari sudut pandang saya pribadi yang sangat memungkinkan adanya kekeliruan dikarenakan kualitas otak saya yang pas-pasan. Silahkan tinggalkan jejak untuk mengoreksi.
But, terlepas dari semua luapan kecewa yang
ada, sebuah buku tetap lah membawa sisi positifnya masing-masing. Seperti
halnya dengan ‘Sebuah Usaha Melupakan’ ini, sisi manisnya adalah tetap ada saja
pembelajaran yang bisa kita ambil. Terutama tentang suatu yang menyangkut
perasaan, kesetiaan, dan pengkhianatan. Bahwa kesemuanya akan tetap meninggalkan
bekas.
Tentang
cita-cita yang tetap harus diperjuangkan dengan sepenuh hati, tentang
pentingnya keputusan untuk move on
dan menatap masa depan yang lebih baik. Hal positif lainnya adalah tetap saja
ada beberapa quotes menarik yang penulis rangkai dengan indah. Bolehlah buat
referensi bacaan orang-orang yang masih galau. Kali aja dapat pencerahan.
Hehehe…
Berikut
saya kutip beberapa yang sekiranya menarik (menurut saya):
==============================
Matamu adalah
racun yang melahirkan candu.
Pelan-pelan mencairkan kebekuanku,
Pelan-pelan mencairkan kebekuanku,
tetapi tak
pernah mampu
melahirkan
keberanian untuk memintamu.
Akhirnya aku
belajar melepasmu,
bukan karena
aku tidak lagi mencintaimu.
Bukan juga
karena sayangku sudah habis di dalam hati.
Namun aku
sadar,
mencintaimu
sendirian
bukanlah
cinta yang wajar.
Aku belajar
menerima diri,
bahwa aku
memang bukan
orang yang kau inginkan.
Kelak, suatu
hari nanti
Kau juga
harus belajar menyadari.
Bahwa kau
sudah kulupakan
dan bukan
orang yang penting kemudian.
(Boy Candra –
Sebuah Usaha Melupakan)
Terima kasih, baik akan saya kunjungi...
BalasHapus