Senin, 09 Juli 2018

Ngobrolin Buku di Kolong Linggamas

ini adalah buku favoritku bla bla bla...

Minggu, 8 Juli 2018 berlokasi di bawah jembatan Linggamas (Jembatan yang menghubungkan kabupaten Banyumas dan Purbalingga) dengan alas rumput yang segar dan tidak berbahaya - pikirku, karena tidak ada tanda-tanda ular atau kalajengking akan muncul. Secara kawasan kolong jembatan dan sisi sungainya – sungai Klawing – telah dikelola pemerintah desa setempat – desa Kedungbenda - menjadi Desa Wisata Susur Sungai Klawing yang bersih dan indah, apalagi kalau sore menjelang senja.

Alasan kedatanganku kali ini adalah menemui beberapa temanku yang tergabung dalam Komunitas Jelajah Maca atau biasa disingkat KJM. Menurut agenda, hari ini mereka akan mengadakan acara Reading Book, yaitu sharing tentang buku favorit masing-masing, terbuka untuk umum serta bebas biaya – tapi tiket masuk lokasi bayar sendiri ya, lima ribu sudah plus parkir. Untuk bergabung dalam acara ini kita cukup membawa diri dan buku favorit kita saja. ☺️☺️

Kegiatan pokoknya tentu saja sharing/ berbagi cerita tentang buku favorit yang kami bawa. Tapi sebelum kegiatan inti ini dimulai, awak KJM telah terlebih dahulu menggelar lapak buku bacaan yang kebanyakan isinya buku anak. Mulai dari cerita dongeng, hewan, legenda hingga komik. Ada juga Novel dan buku bacaan yang bisa dibaca semua umur, baik anak-anak maupun orang dewasa.


Kak Apri dan anak-anak yang tertarik membaca buku

Beberapa pengunjung – kebanyakan anak-anak - mulai asik memilah dan membaca buku yang kru KJM bawa. Tapi membacanya khusus di tempat ya, ngga boleh dibawa pulang, hehe. 

Sementara itu, aku dan kelima temanku mulai membahas buku favorit kami masing-masing. Tentunya setelah sesi perkenalan karena ada beberapa diantara kami yang belum saling kenal. Asik kan jadi bisa nambah temen. Posisi kami sedikit jauh dari lapak buku-buku itu  digelar, biar sama-sama nyaman. Biar anak-anak bebas juga bacanya, ngga rikuh kalau bahasa kerennya. 😁😁

O iya, tujuan diadakannya acara ini – menurut penuturan Mba Apri dan Mba Ferra sang penggagas KJM – adalah untuk bisa saling sharing antara sesama pecinta buku, nilai plus lain adalah tambah pengetahuan, tambah temen, tambah koleksi foto juga di galeri ponsel. 😂😂 

Waktu pun terus berjalan, ditemani gemericik air sungai Klawing yang kalah telak sama alunan dangdut koplo yang diputar pihak pengelola wisata. Obrolan demi obrolan pun mulai mengakrabkan kami, entah itu seputar buku yang kami bawa maupun seputar pengalaman pribadi yang kami alami. Mendoan mulai ludes, kulit kacang mulai lupa sama isinya, gelas-gelas berisikan es kopi mulai bocor, anak-anak kecil silih berganti menawarkan dagangannya mulai dari jeruk, pop mie, kacang rebus (lagi, padahal kami udah beli). Oya tak ketinggalan seorang ibu setengah baya yang semangat sekali promosi jambu kristal sesaat sebelum acara kami berakhir. Dan Mba Vera jadi yang paling banyak beli jajanan itu. Makasih Mba Vera, aku kecipratan banyak, dan kenyang. Hehe 🤭🤭


Tim reading book


tenang, kita beresin kok sampah-sampahnya

Hampir pukul satu siang, aku pun pamit undur diri. Menjadi yang pertama meninggalkan lokasi, maaf ya teman-teman sekalian aku tidak bisa ikut beberes buku yang dilapakkan, hehe. 🙏🙏

See you next time girls… tetap semangat berliterasi, maju terus KJM, jangan pernah lelah menebar virus membaca. 🍃

N.B
Dan sampai saat ini (saat artikel ini ditulis) aku tak tahu mereka pada pulang jam berapa. Mau nanya lupa mulu. *xixi*

***

Recent post:
Tsundoku, penyakitnya para pecinta buku

Minggu, 08 Juli 2018

Tsundoku, Istilah yang Tepat untuk Kebiasaan Burukku


Kali ini aku menemukan kosakata baru setelah random liat best word about book di halaman Google. Entah karena insting yang berhungan dengan kebiasaan buruk yang aku lakuin, atau karena memang aku sedang tertarik dengan bahasa Jepang yang akhirnya menuntun mataku untuk menyorot kata tsundoku.

Bay the way, apa sih tsundoku itu?

Istilah ‘tsundoku’ berasal dari bahasa Jepang yang bisa diartikan ‘suatu kondisi atau keadaan di mana ketika seseorang membeli buku tetapi tidak membacanya; dibiarkan begitu saja’. Istilah ini digunakan oleh seluruh negara di dunia tanpa mengubah atau menggabungkannya dengan kata lain. So, baik di Indonesia maupun di Amerika semua menggunakan kata ‘tsundoku’.

Well, done, akhirnya nemuin juga istilah yang pas untuk kebiasaan burukku, ‘tsundoku’. Jadi, dari sejak beberapa bulan kemarin aku mulai mendeteksi kebiasaan buruk ini. Yaitu suka sekali membeli buku, tapi males pas mau bacanya. Mungkin hal ini juga disebabkan oleh faktor dimana aku membeli buku yang tidak begitu ingin aku baca.

Kronologinya adalah, ketika ingin beli satu buku by online ongkirnya tetap kena tarif 1 kg, sayangkan? Jadi untuk memaksimalkan ongkir, biasanya aku pilih satu buku lagi yang jarang ditemukan toko buku tempatku tinggal. Dengan asumsi ‘akan kubaca nanti’ tapi ternyata nantinya terlalu lama. Bahkan berubah menjadi besok, lusa, hingga kalau sempat. Padahal semakin sering beli online semakin menumpuklah buku yang belum terbaca.
tsundoku-simpleannia.blogspot.com
Tak ingin berlarut-larut dengan kondisi ini, akhirnya akupun menyetop sementara agenda beli buku. Rencananya hingga semua buku yang belum terbaca berhasil aku katamkan. Tapi……. apa dayaku, media sosial selalu saja sukses mengiklankan buku baru yang akan terbit. Akupun kepincut lagi, beli online lagi. Daaaannnn, jadilah, semakin banyak buku korban tsundoku di rumah. *cry*

Wahai para pecinta buku, adakah yang mengalami hal serupa?

***

(original posted by simpleannia.blogspot.com sebagai satu-satunya blog yang saya miliki. Apabila ditemukan artikel yang sama persis pada blog lain, maka dipastikan itu bukan blog saya. Maaf jika tulisan ini mengganggu dan terima kasih sudah membaca)

Baca juga:



Selasa, 03 Juli 2018

J-Movie "The Black Devil and The White Prince (Kurosaki-kun no Iinari ni Nante Naranai)"


simpleannia.blogspot.com

Mendadak kepincut sama film Jepang The Black Devil and The White Prince setelah ngga sengaja liat di Youtube saat nyari film Asia yang kira-kira apik. Ini adalah film Jepang ke-2 yang aku tonton setelah Death Note sekian tahun yang lalu (saking lamanya, sampe lupa tahun berapa). Pokoknya Death Note yg rilis tahun 2006 deh. Hehe…

Dan dari sini lah, keranjingan J-movie ku bermula. Setelah selesai nonton ini film yang oke punya, lanjut nyari-nyari lagi film Jepang yang lain. Baik itu film baru maupun film lawas. Tapi, kali ini aku mau ngebahas The Black Devil and The White Prince dulu ya gaes.

So, check this out…(original by by simpleannia.blogspot.com)

The Black Devil and The White Prince atau Kurosaki-kun no Iinari ni Nante Naranai merupakan film adaptasi dari manga dengan judul yang sama. Film ini merupakan kelanjutan dari drama televisi yang ditayangkan sebanyak 2 episode pada Desember 2015 dengan judul serta pemain yang sama pula.

Detail


Judul : The Black Devil and The White Prince (Kurosaki-kun no Iinari ni Nante Naranai)
Sutradara : Shō Tsukikawa
Penulis Skenario : Yūko Matsuda
Penulis Manga : Makino
Genre : Comedy, Romance
Tanggal Rilis : 27 Februari 2016
Bahasa : Jepang

Pemain

Kento Nakajima as Haruto Kurosaki (The Black Devil)


Nana Komatsu as Yu Akabane


Yudai Chiba as Takumi Shirakawa (The White Prince)


Sara Takatsuki as Meiko Ashigawa



Well, bagaimana aku bisa tahu nama asli mereka? Jawabannya adalah setelah melalui tahap googling sana sini 😅😅. Maklumlah, aku emang buta banget soal aktor and aktris Jepang. Heuheu 

Plot Cerita

Yu Akabane (doperankan oleh Nana Komatsu) yang sebelumnya culun dan menjadi bahan bullyan saat masih SMP memutuskan untuk berubah dan pindah ke sekolah SMA yang berasrama karena ayahnya harus pergi bekerja di Shanghai. Di sekolah barunya Yu bertekad untuk menjadi orang yang baru. Ia telah belajar merias wajah dengan sangat keras demi menghilangkan image culunnya.


Keseruan pun dimulai ketika ia berurusan dengan Haruto Kurosaki (diperankan oleh Kento Nakajima) yang terpaksa membuatnya menjadi budak Kurosaki-kun alias “The Black Devil”. Yu selalu disuruh untuk bersih-bersih, baik itu kamar mandi asrama, tempat makan asrama, halaman asrama hingga mengelap bola basket di sekolah *LOL* dan segala perintah lainnya.


Hingga suatu hari Yu bertemu dengan Takumi Shirakawa (diperankan oleh Yudai Chiba) yang memperlakukannya dengan sangat baik bak malaikat. Bahkan Takumi membantu Yu untuk mewujudkan semua rencananya sebagai orang yang baru termasuk menjadi pacar pura-pura Yu. Yu tentu saja tak menolak ajakan si “White Prince” tersebut. Bahkan berharap itu nyata, bukan pura-pura.

Memiliki ketertarikan yang sama pada Yu, persaingan pun dimulai antara Takumi dan Kurosaki pada movie ini. Keadaan pun makin rumit karena sahabat Yu, Meiko Ashigawa (diperankan oleh Sara Takatsuki) ternyata menyukai Kurosaki. Terlebih fakta bahwa Kurosaki dan Takumi adalah sahabat dekat satu sama lain serta sama-sama menjadi idola di sekolahnya. Wah..wah…


Review

Kocak, menghibur dan ngga terasa udah the end aja. Hehe... Suka banget sama akting Nana Komatsu dan tatapan matanya Kento Nakajima.  Meski pada beberapa scene aku rasa Kurosaki itu sedikit lebay *wkwk*.

Takumi manis dan penyayang, tapi untuk dijadikan pasangan aku pikir kurang greget *ditimpuk fansnya Takumi nih* 😂😂. Kalau Meiko, suka sama postur tubuhnya, sama gaya rambutnya juga dink. *xixi*

Karena ini adalah cerita lanjutan dari drama TV maka pada bagian awal sedikit dikisahkan kronologi awal mula mengapa semua kisah dalam movie ini terjadi. Jadi bagi yang belum nonton drama Tvnya ngga usah khawatir ngga mudeng deh.

Over all, filmnya bagus dan pantas ditonton untuk mengisi waktu senggangmu gaes. ☘️

***

You may also like: